Welcome to My Blog

Selamat datang di blog saya. Temukan apa yang anda minati.
Selamat berpetualang di blog saya.

Jumat, 08 April 2016

HUBUNGAN ILMU POLITIK DENGAN ILMU PENGETAHUAN LAIN



BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Di era yang terus berkembang menuntut kita untuk memiliki wawasan yang luas tidak hanya terpaku pada satu cabang ilmu saja, namun juga harus fleksibel dalam mempelajari cabang ilmu lain, karena dalam satu fokus ilmu terdapat kesinambungan yang mendukung pada cabang-cabang lain. Salah satunya pada pembahasan ilmu politik. Terdapat berbagai cabang ilmu yang dapat kita pelajari misalnya keterkaitannya dengan cabang ilmu filsafat, geologi, demografi, sejarah, dan berbagai cabang ilmu lain.
Sehingga dalam menelaah sebuah wancana sehingga tidak hanya terfokus pada satu teori namun kita juga mengetahui sebab akibat dari bahasan pokok yang sedang kita pelajari, misalnya ilmu yang akan kita singgung sedikit pada makalah ini. Sehingga bisa menjadi rujukan antar cabang ilmu.
Selain itu kita juga dapat mengenal ciri-ciri dari masing-masing cabang ilmu yang dapat dikembangkan melalui persamaan dan perbedaan antar cabang. Hal ini tentunya dapat memperluas wawasan kita tentang kekayaan pengetahuan.
B.     Rumusan Masalah
a.       Apa saja cabang ilmu pengetahuan yang hubungan dengan ilmu politik?
b.      Bagaimana hubungan ilmu politik dengan ilmu pengetahuan lain?
C.    Tujuan
a.       Mengetahui cabang ilmu yang berkaitan dengan ilmu politik.
b.      Mengetahui tentang hubungan ilmu politik dengan ilmu pengetahuan lain.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Sejarah
Sejarah merupakan alat yang paling penting begi ilmu politik, karena menyumbang bahan, yaitu data dan fakta dari masa yang lampau, untuk diolah lebih lanjut. Bahan mentah yang disajikan oleh ahli sejarah, teristimewa adalah sajarah kontenporer, oleh sarjana ilmu politik hanya dipakai untuk menemukan pola-pola ulangan (recurrent patterns), juga pola tingkah laku politik (patterns of political, behavior) yang dapat membantunya untuk menentukan suatu proyeksi masa depan.
Di Indonesia sendiri telah memiliki beberapa sejarah untuk dipelajari yang bertujuan untuk menyusun masa depan kita agar tidak tebentur kesalahan-kesalahan yang sama. Misalnya, perlu sekali kita mempelajari revolusi-revolusi yang telah menggoncangkan dunia, yaitu revolusi Prancis, Amerika, Rusia dan Cina, supaya gejala revolusi yang telah kita alami sendiri dapat kita mengerti dan ditarik manfaatnya.[1]
B.     Hubungan Ilmu Politik dengan Ilmu Sosial Lainnya
Hubungan-hubungan ilmu politik tidak hanya terbatas pada sejarah dan filsafat, tetapi juga meliputi ilmu-ilmu sosial lainnya. Ilmu politik merupakan salah satu dari kelompok besar ilmu sosial dan erat sekali hubungannya denga anggota-anggota kelompok lainnya, seperti sosiologi, anthropologi, ilmu hukum, ekonomi, psikologi sosial dan ilmu bumi sosial. Semua ilmu sosial mempunyai obyek penyelidikan yang sama, yaitu manusia sebagai anggota kelompok (group). Mereka mempelajari kelakuan manusia serta cara-cara manusia hidup serta bekerja sama. Cara penglihatan ini berdasarkan gagasan bahwa manusia itu tidak dapat hidup sendiri. Sejak kira-kira tahun 400 SM filsuf Yunani Aristotelesberkata bahwa manusia merupakan zoon politikon (makhluk sosial) dan bahwa yang hidup tersendiri adalah “dewa atau binatang”.
Mengenai ilmu-ilmu apa yang termasuk ilmu-ilmu sosial tidak ada persesuaian paham. Misalnya, sarjana-sarjana seperti Bert F, Hoselitz dan Edwin R.A seligman menyebut sejarah sebagai salah satu ilmu sosial, sedangkan Ilmu administrasi dan komunikasi massa dalam berbagai perguruan tinggi diperlakukan sebagai ilmu sosial.
a.   Sosologi
Sosiologi merupakan ilmu sosial paling pokok dan paling umum sifatnya. Sosiologi membantu sarjana ilmu politik dalam memahami latar belakang, susunan dan pola kehidupansosial dari berbagai golongan dan kelompok dalam masyarakat. Dengan menggunakan pengertian-pengertian dan teori-teori sosiologi, para sarjana ilmu politik dapat mengetahui sampai mana susunan dan stratifikasi sosial mempengaruhi ataupun dipengaruhi oleh misalnya keputusan kebijaksanaan (policy decisions), corak dan sifat keabsahan politik (political legitimacy), sumber-sumber kewenangan politik (sources of political authory), pengendalian sosial (sosial control) dan perubahan sosial (sosial change).
Mengenai masalah perubahan dan pembaharuan, sosiologi menyumbangkan pengertian akan adanya perubahan dan pembaharuan, sosiologi menyumbangkan pengertian akan adanya perubahan dan pembaharuan dalam masyarakat. Apabila dalam masyarakat timbul golongan-golongan atau kelompok-kelompok baru yang memajukan kepentingan-kepentingan baru, maka nilai-nilai kebudayaan masyarakat secara keseluruhan akan menunjukkan perubahan-perubahan dalam pola-pola kehidupan politik. Pergerakan perburuhan dinegara-negara industri dan pergerakan tani dinegara-negara agraris, misalnya menyebabkan orientasi kepada nilai-nilai baru yang timbul sebagai akibat pergeseran golongan dan kelompok yang berpengaruh dalam masyarakat. Perkembangan pertambahan penduduk dengan sendirinya akan mengakibatkan perubahan dalam stratifikasi sosial, hubungan antar-kelas, ketegangan-ketegangan politik dan meningkatnya masalah-masalah organisasisosial dan politik.
Baik sosiologi maupun ilmu politik mempelajari negara. Akan tetapi sosiologi menganggap negara sebagai salah satu lembaga pengendalian sosial (agent of social control). Sosiologi menggambarkan bahwa pada masyarakat yang sederhana maupun kompleks senantiasa terdapat kecenderungan untuk timbul proses pengaturan atau pola pengendalian tertentu yang formil maupun yang tidak formil. Selain itu sosiologi melihat negara juga sebagaisalah satu asosiasi dalam masyarakat dan memperhatikan bagaimana sifat dan kegiatan anggota asosiasi itu mempengaruhi sifat dan kegiatan negara. Jadi, ilmu politik dan sosiologi sama dalam pandangan bahwa negara dapat dianggap baik sebagai asosiasi (kalau melihat manusia) maupun sebagai sistim pengendalian (system of controls). Hanya saja bagi ilmu politik negara merupakan obyek penelitian pokok, sedangkan dalam sosiologi negara hanya merupakan salah satu dari banyak asosiasi dan lembaga pengendalian dalam masyarkat.
b. Anthropologi
Apabila jasa sosiologi terhadap perkembangan ilmu politik adlah terutama dalam memberikan analisa kehidupn sosial secara umum dan menyeluruh, maka anthropologi menyumbang pengertian dan pengertian dan teori-teori tentang kedudukan serta peranan satuan- satuan sosial-budaya yang lebih kecil dan sederhana. Mula-mula anthropologi lebih banyak memusatkan perhatian pada kehidupan masyarakat kota yang jauh lebih banyak dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi dan teknologi modern. Ambat laun anthropologi dan sosiologi saling mempengaruhibaik dalam obyek penelitian maupun dalam pembinaan teori-teori, sehingga pada saat ini batas-batas antara kedua ilmu sosial tadi telah menjadi kabur.
Perhatian sarjana ilmu politik terhadap anthropologi makin meningkat sejalan dengan bertambahnya perhatian dan penelitian tentang kehidupan serta usaha modernisasi politik dinegara-negara baru. Mula-mula penelitian tentang negara-negara baru berkisar pada masalah-masalah yang bersifat macro seperti pengaruh kolonialisme, perjuangan kemerdekaan, kedudukan dan peran elite nasional, masalah-masalah yang dihadapi pemerintah pusat negara-negara baru, nation-building dan sebagainya. Semua ini didasarkan pada anggapan bahwa masalah-masalah daerah, terpencarnya berbagai bentuk desa dipedalaman, perbedaan suku-suku bangsa dan agama pada akhirnya akan dapat diatasi oleh ilmu ilmu ekonomi.
c.  Ilmu Ekonomi
Pada masa yang silam, politik dan ilmu ekonomi merupakan suatu bidang ilmu tersendiri, yang dikenal sebagai ekonomi politik (political economy), yaitu pemikiran dan analisa kebijaksanaan yang hendak digunakan guna memajukan kekuatan dan kesejahteraan negara Inggris dalam menghadapi saingan-saingannya seperti Portugis, Spanyol, Prancis, Jerman, dan sebagainya, pada abad ke-18 dan ke-19. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan pada umumnya, ilmu tersebut kemudian memisahkan diri menjadi dua lapangan yang mengkhususkan perhatian terhadap tingkah- laku manusia yang berbeda-beda: ilmu politik (political science) dan ilmu ekonomi (economics).
Ilmu ekonomi modern dewasa ini sudah menjadi salah satu cabang ilmu sosial yang memiliki teori, ruang-lingkup serta metodologi yang relatif ketat dan terperinci. Oleh karena sifat-sifatnya yang relatif ketat ini, ilmu ekonomi termasuk ilmu sosial yang sering digunakanuntuk menyusun perhitungan-perhitungan kemuka. Para sarjana ekonomi boleh dikatakan sepakat akan penggunaan istilah-istiah serta pengertian-pengertian dasar yang diperlukan untuk mencapai keseragaman analisa, hal mana memudahkan mereka bertukar fikiran tentang tujuan umum ilmu ekonomi, yaitu usaha manusia mengembangkan serta membagi sumber-sumber yang langka untuk kelangsungan hidupnya.
Pemikiran yang berpangkal tolak pada faktor kelangkaan (scar city) menyebabkan ilmu ekonomi berorientasi kuat terhadap kebijaksanaanyang rasional, khususnya penentuan hubungan antara tujuan dan cara mencapai tujuan yang telah ditentukan. Oleh karena itu ilmu ekonomi dikenal sebagai imu sosial yang sangat planning-oriented, pengaruh mana meluas pada ilmu politik sebagaimana pengertian pembangunan ekonomi (economic development). Oleh karena pilihan-pilihan tentang kebijaksanaan yang harus ditempuh seringkali terbatas sekali adanya, maka ilmu ekonomi dikenal pula sebagai ilmu sosial yang bersifat choice-oriented, hal mana berpengaruh pada pengkhususan penelitian mengenai decision-makingdalam ilmu politik modern. Akhirnya pemikiran yang berpangkal-tolak pada faktor kelangkaan telah memaksa ilmu ekonomi untuk lebih banyak berikhtiar kearah ramalan (prediction) berdasarkan perhitungan yang saksama, sehingga ilmu ekonomi modern jarang sekali bersifat spekulatif.
4. Proses pendekatan ilmu politik banyak memakai hukum-hukum dan dalil-dalil psikologi dalam menjelaskan gejala-gejala politik dan penyelidikan tentang motif-motif yang menjadi dasar setiap proses politik. Sarjana psikologi mengembangkan pendapat-pendapat mereka tentang naluri, emosi, dan kebiasaan individu atau “psyche” seseprang. Pengetahuan “psyche” seseorang dapat menjelaskan seluruh tingkah laku dan sikal orang itu. Dalam penyelidikan pendapat umum, propaganda, parpol, masalah kepemimpinan dan revolusi amat banyak dipergunakan hukum-hukum dan dalil-dalil psikologi itu.
Jika dahulu psikologi agak diabaikan dalam penyelidikan ilmu politik, dewasa ini keadaan itu berubah. Pengetahuan psikologi diperlukan dimanapun dan kapanpun diadakan penyelidikan politik secara ilmiah. Menurut Lasswell, di AS kini ilmu politik sedang mengalami peninjauan kembali atas metode serta peristilahannya. Peninjauan kembali ini terutama disebabkan oleh pengalaman dalam pelaksanaan prosedur-prosedur psikologis dalam penyelidikan ilmu politik. Menurut Lasswell, psikologi akan memainkan perannya yang lebih besar lagi di masa depan, karena bertambah intensifnya perjuangan untuk mempertahankan dan memperoleh kebebasan individu.[2]
d. Psikologi [3]
Psikologi adalah ilmu sifat, dimana fungsi- fungsi dan phenomena pikiran manusia dipelajari. Setiap tindak- tanduk dan aktifitas masyarakat dipengaruhi oleh akal individu. Sedangkan ilmu politik mempelajari aspek tingkah laku masyarakat umum. Maka sampai saat itu pula, ilmu politik berhubungan sangat dekat dengan Psikologi.
Jika tindak- tinduk politik bisa diketahui dengan sepantasnya, maka akarnya terdapat dalam psikologi dalam pelaksanaan untuk menemukan hasil yang jelas.
Para pakar politik sampai saat itu juga mencoba untuk mempelajari tindak- tanduk politik dalam istilah ilmu psikologi. Para tokoh terkemuka yang melaksanakan hal diatas adalah: Bagehot, Graham Wallas, MacDougall, Durkheim, Leo Bon, Harold Lassevell, dan George Catlin.
Menurut pengamatan Barker: penggunaan psikologis menunjukkan teka- teki dari aktifitas manusia dimana telah menjadi kebiasaan sekarang. Jika gagasan nenek moyang kita bersifat ilmu hayat atau biologis, maka kita berpikir secara ilmu jiwa. Para sarjana yang berpikir secara ilmu jiwa menyatakan bahwa negara dan lembaga politik lainnya merupakan produksi dari pada pemikiran manusia. Jadi lembaga politik dan system diberbagai negara akan sukses dengan iringan keselarasan mental masyarakat didalam negara.
‘’Pemerintahan yang stabil akan menjadi sangat terkenal.’’
Menurut Garner: musti tergambar dan ditekan dari ideal mental serta moral sentiment dari mereka, dimana merupakan tombak dalam kekuasaan, singkatnya, semua itu musti terdapat dalam keselarasan dengan mental konstitusi dari bangsa.
Psikologi mengajarkan kita tentang sifat dasar manusia dan ini tidaklah sama disegala penjuru dunia, setiap komunitas memiliki mental dandanan sendiri. Setiap komunitas memiliki kegeniusan dan keistimewaan pandangan terhadap kehidupan. Beberapa komunitas mempunyai kesadaran yang tinggi untuk membangun politik yang baik, dimana sebagian masyarakat sebaliknya.
Alasan inilah yang menjawab kenapa tipe keistimewaan dari lembaga politik bisa berjalan sukses dibeberapa negara dan gagal pula terjadi disebagian negara.[4]
e.  Geografi
Faktor-faktor yang berdasarkan geografis seperti perbatasan strategis, desakan penduduk, daerah pengaruh yang mempengaruhi politik.
Dalam masa perang dunia ke dua, suatu cabang ilmu geografi mendapat perhatian besar, yaitu geopolitik yang biasanya dihubungkan dengan seorang Swedia yang bernama Rudolf Kiellen (1864-1933). Ia menganggap bahwa di samping faktor ekonomi dan antropologi, geografi mempengaruhi karakter dan kehidupan nasional dari rakyat, oleh karena itu mutlak harus diperhitungkan dalam menyusun politik luar negeri dan politik nasional. Dengan kekalahan Nazi Jerman yang banyak memakai argumentasi berdasrkan geopolitik (seperti faktor ras, faktor ekonomi dan sosial) untuk politik ekspansinya, geopolitik mengalami perkembangan.Di Indonesia fakta bahwa kita terdiri dari 17 ribu pulau sehingga kita dinamakan archipelago-state, ini berakibat besar bagi eksistensi kita. Misalnya, garis partai yang harus dijaga terhadap penangkapan ikan ilegal dan untuk memelihara terhadap negara lain.
f.   Ilmu Hukum
Ilmu hukum sejak dulu kala erat hubungannya dengan ilmu politik, karena mengatur dan melaksanakan UU yang merupakan salah satu kewajiban negara yang penting. Cabang-cabang ilmu hukum yang khususnya meneropong negara ialah hukum tata negara dan ilmu negara.
Sarjana hukum melihat negara sebagai lembaga atau instituta, dan menganggapnya sebagai organisasi hukum yang mengatur hak dan kewajiban manusia. Fungsi negara ialah menyelenggarakan penertiban, tetapi oleh ilmu hukum penertiban ini dipandang semata-mata sebagai tata hukum. Manusia dilihat sebagai makhluk yang menjadi obyek dari sistem hukum, dan dianggap sebagai pemegang hak dan kewajiban politik semata. Ilmu hukumtidak melihat manusia sebagai makhluk yang terpengaruh oleh faktor sosial psikologi dan kebudayaan. Akibatnya cenderung pada ilmu hukum untuk meremehkan kekuatan-kekuatan sosial dan lainnya yang berada diluar bidang hukum.
Ahli hukum melihat hukum semata-mata sebagai lembaga atau organisasi hukum, maka ahli ilmu politik lebih cenderung untuk menganggap negara sebagai system of controls, memandang negara sebagai asosiasi, atau sekelompok manusia yang bertindak untuk mencapai beberapa tujuan bersama. Dalam masyarakat sendiri terdapat banyak asosiasi dan perbedaannya ialah negara mempunyai wewenanguntuk mengendalikan masyarakat (agent of social control) memakai kekerasan fisik.
Selain itu ilmu hukum sifatnya normatif dan selalu mencoba mencari unsur keadilan. Aliran ini kuat sekali dalam kupasan-kupasan mengenai negara hukum yang menekankan bahwa perasaan keadilan merupakan basis dari seluruh sistem norma yang mendasari negara. Sistem hukum adalah dasar legal dari negara; seluruh struktur dan fungsi negara ditetapkan oleh hukum.
Aliran yang meneliti negara dari sumber hukum semata-mata dipelopori oleh Paul Lamband (1838-1918) dari Jerman; kemudian aliran ini diteruskan oleh sarjana Austria, Hans Kelsen, pendiri madhzab Wina, ia mengemukakan pandang yuridis yang paling ekstrim menyamakan negara dengan hukum nasional dan berpendapat bahwa masalah kenegaraan harus diselesaikan dengan cara normatif. Ia menolak memperhitungkan faktor sosiologis oleh karena mengaburkan analisis yuridis. Ia memperjuangkan suatu teori hukum yang murni yaitu teori mengenai pembentukan dan perkembangan hukum secara formal terlepas dari isi materil atau idiil norma-norma hukum yang bersangkutan.
Hans Kelsen menganggap negara sebagai suatu badan hukum seperti misalnya Perseroan Terbatas (PT). Dalam definisinya suatu badan hukum adalah sekelompok orang yang oleh hukum diperlakukan sebagai suatu kesatuan, yaitu sebagai suatu pribadi yang mempunyai hak dan kewajiban. Misalnya saja suatu badan hukum boleh mempunyai, menjual atau membeli rumah, boleh menghadapkan pihak lain kemuka Hakim, dan gilirannya ia dapat dihadapkan kemuka hakim oleh pihak lain.
Perbedaan antara negara sebagai badan hukum dan badan-badan hukum lainnya ialah bahwa negara adalah badan hukum tertinggi yang mempunyai sifat mengatur dan menertibkan. Ini berarti bahwa tata tertib yang diselenggarakan bersifat normatif yakni sesuai dengan aturan-aturan dan norma-norma yang telah ditetapkan sebagai patokan.
Disamping pandangan yang ekstrim yuridis ada juga sarjana hukum yang tidak apriori menolak faktor-faktor sosial. George Jellinek (1815-1911) yang sering disebut Bapak Ilmu Negara juga mendasarkan pandangannya atas dasar yuridis, tetapi disamping itu ia memandang perlu bahasan sosiologis yang mengemukakan teori Dua Sisi (Zweiseiten Theorie) yaitu bahwa negara perlu dibahas dari dua sudut:
a.       Sudut yuridis
b.      Sudut kemasyarakatan
Sudut kemasyarakatan ini oleh Jellinek tidak begitu dikembangkan. Lagi pula pada masa itu (akhir abad ke-19) sosiologi masih sangat muda usianya dan pengaruhnya atas ilmu-ilmu pengetahuan lainnya masih sangat terbatas.
            Seorang tokoh ilmu negara yang lebih modern ialah Hermann Heller (Mashab Berlin) yang kemudian sangat terpengaruh oleh aliran pikiran Anglo-Saxon, mengecam bahasan yang ekstrim yuridis dari Kelsen dan menamakannya ilmu negara tanpa negara. Ia sendiri sangat mementingkan bahasan yang realistis dan menganggap negara sebagai organisasi kekuasaan.
Seperti yang telah dikemukakan diatas, pandangan yang ekstrim yuridis terlalu sempit dan kurang memuaskan untuk menganalisis negara, teristimewa negara-negara berkembang seperti Indonesia, karena mendasarkan pandangannya atas suatu masyarakat yang sudah teratur, yang homogen sifatnya dan yang sudah berjalan beberapa lama. Hanya dalam masyarakat yang tidak ada perbedaan yang mencolok antara golongan-golongan dan kelas-kelas sosial di bidang sosial, ekonomi, dan kebudayaan, seperti di negara-negara di Eropa Barat pada masa sebelum perang dunia II, dapat timbul anggapan bahwa negara merupakan penjelmaan dari suatu orde yang semata-mata bersifat hukum.
Mengenai perbedaan antara Ilmu Politik dan Ilmu Negara, ada bermacam-macam pendapat. Hermann Heller telah menyimpulkan berbagai pendapat dalam Encyclopedia of the Social Sciences:
1.      Ada sarjana yang menganggap Ilmu Politik sebagai suatu ilmu pengetahuan yang praktis, yang ingin membahas keadaan sesuai kenyataan (Realistic), sedangkan Ilmu Negara dinamakan ilmu pengetahuan yang teoristis yang sangat mementingkan segi normatif (normatif berarti memenuhi norma-norma dan kaidah-kaidah yang telah diterapkan). Menurut Hermann Heller, perbedaan ini hanya perbedaan tekanan saja, sebsb Ilmu Politik tidak dapat menjauhkan diri dari teori, tetapi juga memperhatikan segi normatif, sekalipun tidak sedalam Ilmu Negara.
2.      Ada golongan sarjana yang menganggap bahwa Ilmu Politik mementingkan sifat-sifat dinamis dri negara, yaitu proses-proses kegiatan dan aktifitas negara; perubahan negara yang terus menerus yang disebkan oleh golongan-golongan yang memperjuangkan kekuasaan. Subjek Ilmu Politik ialah gerakan dan kekuatan dibelakang evolusi yang terus menerus itu. Sebaliknya, oleh sarjana-sarjana ini Ilmu Negara dianggap lebih mementingkan segi-segi statis dari negara, seolah-olah negara adalah beku dan membatasi diri pada penelitian lembaga kenegaraan yang resmi
3.      Dianggap bahwa Ilmu Negara lebih tajam konsep-kosepnya dan lebih terang metodologinya, tetapi Ilmu Politik dianggap lebih konkrit dan lebih mendekati realitas.
4.      Perbedaan yang praktis ialah bahwa Ilmu Negara lebih mendapat perhatian dari ahli hukum, sedangkan ahli sejarah dan ahli sosiologi lebih tertarik kepada Ilmu Politik.

BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
1.      Ilmu yang berhubungan dengan ilmu politik diantaranya Ilmu sejarah, Sosiologi, Antropologi, Ekonomi, Psikologi, Geografi, dan juga Ilmu Hukum.
2.      Hubungan dari masing masing cabang ilmu saling berkaitan erat, berkesinambungan, saling melengkapi antar cabang ilmu satu dengan yang lain.
B.      Saran
Saran dari penulis sebaiknya diadakannya pengkajian lebih lanjut terhadap hubungan ilmu politik dengan ilmu pengetahuan lain selain ilmu yang telah dibahas diatas, sehingga menambah wawasan bagi para pembaca khususnya.

















DAFTAR PUSTAKA

http://salsaakbar.blogspot.co.id/2013/03/hubungan-ilmu-politik-dengan-ilmu.html. Diakses pada:Senin, 22 Pebruari 2016 Pukul. 20:07.
Merriam Budiharjo. 1978. Dasar-dasar Ilmu Politik. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta


[1] Merriam Budiharjo. 1978. Dasar-dasar Ilmu Politik. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. Hlm. 19
[3] Merriam Budiharjo, log.cit. hlm.29
[4] Diakses dari http://salsaakbar.blogspot.co.id/2013/03/hubungan-ilmu-politik-dengan-ilmu.html, Pada Senin, 22 Pebruari 2016 Pukul. 20:07

Pengikut