BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Di era yang terus berkembang menuntut kita untuk memiliki wawasan
yang luas tidak hanya terpaku pada satu cabang ilmu saja, namun juga harus
fleksibel dalam mempelajari cabang ilmu lain, karena dalam satu fokus ilmu terdapat
kesinambungan yang mendukung pada cabang-cabang lain. Salah satunya pada
pembahasan ilmu politik. Terdapat berbagai cabang ilmu yang dapat kita pelajari
misalnya keterkaitannya dengan cabang ilmu filsafat, geologi, demografi,
sejarah, dan berbagai cabang ilmu lain.
Sehingga dalam menelaah sebuah wancana sehingga tidak hanya
terfokus pada satu teori namun kita juga mengetahui sebab akibat dari bahasan
pokok yang sedang kita pelajari, misalnya ilmu yang akan kita singgung sedikit
pada makalah ini. Sehingga bisa menjadi rujukan antar cabang ilmu.
Selain itu kita juga dapat mengenal ciri-ciri dari masing-masing
cabang ilmu yang dapat dikembangkan melalui persamaan dan perbedaan antar
cabang. Hal ini tentunya dapat memperluas wawasan kita tentang kekayaan
pengetahuan.
B.
Rumusan Masalah
a.
Apa saja cabang ilmu pengetahuan
yang hubungan dengan ilmu politik?
b.
Bagaimana hubungan ilmu politik
dengan ilmu pengetahuan lain?
C.
Tujuan
a.
Mengetahui cabang ilmu yang
berkaitan dengan ilmu politik.
b.
Mengetahui tentang hubungan ilmu
politik dengan ilmu pengetahuan lain.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Sejarah
merupakan alat yang paling penting begi ilmu politik, karena menyumbang bahan,
yaitu data dan fakta dari masa yang lampau, untuk diolah lebih lanjut. Bahan
mentah yang disajikan oleh ahli sejarah, teristimewa adalah sajarah
kontenporer, oleh sarjana ilmu politik hanya dipakai untuk menemukan pola-pola
ulangan (recurrent patterns), juga pola tingkah laku politik (patterns of
political, behavior) yang dapat membantunya untuk menentukan suatu proyeksi
masa depan.
Di
Indonesia sendiri telah memiliki beberapa sejarah untuk dipelajari yang
bertujuan untuk menyusun masa depan kita agar tidak tebentur
kesalahan-kesalahan yang sama. Misalnya, perlu sekali kita mempelajari revolusi-revolusi
yang telah menggoncangkan dunia, yaitu revolusi Prancis, Amerika, Rusia dan
Cina, supaya gejala revolusi yang telah kita alami sendiri dapat kita mengerti
dan ditarik manfaatnya.[1]
B.
Hubungan Ilmu Politik dengan Ilmu Sosial Lainnya
Hubungan-hubungan
ilmu politik tidak hanya terbatas pada sejarah dan filsafat, tetapi juga
meliputi ilmu-ilmu sosial lainnya. Ilmu politik merupakan salah satu dari
kelompok besar ilmu sosial dan erat sekali hubungannya denga anggota-anggota
kelompok lainnya, seperti sosiologi, anthropologi, ilmu hukum, ekonomi,
psikologi sosial dan ilmu bumi sosial. Semua ilmu sosial mempunyai obyek
penyelidikan yang sama, yaitu manusia sebagai anggota kelompok (group). Mereka
mempelajari kelakuan manusia serta cara-cara manusia hidup serta bekerja sama.
Cara penglihatan ini berdasarkan gagasan bahwa manusia itu tidak dapat hidup
sendiri. Sejak kira-kira tahun 400 SM filsuf Yunani Aristotelesberkata bahwa
manusia merupakan zoon politikon (makhluk sosial) dan bahwa yang hidup
tersendiri adalah “dewa atau binatang”.
Mengenai
ilmu-ilmu apa yang termasuk ilmu-ilmu sosial tidak ada persesuaian paham.
Misalnya, sarjana-sarjana seperti Bert F, Hoselitz dan Edwin R.A seligman
menyebut sejarah sebagai salah satu ilmu sosial, sedangkan Ilmu administrasi
dan komunikasi massa dalam berbagai perguruan tinggi diperlakukan sebagai ilmu
sosial.
a. Sosologi
Sosiologi
merupakan ilmu sosial paling pokok dan paling umum sifatnya. Sosiologi membantu
sarjana ilmu politik dalam memahami latar belakang, susunan dan pola
kehidupansosial dari berbagai golongan dan kelompok dalam masyarakat. Dengan
menggunakan pengertian-pengertian dan teori-teori sosiologi, para sarjana ilmu
politik dapat mengetahui sampai mana susunan dan stratifikasi sosial
mempengaruhi ataupun dipengaruhi oleh misalnya keputusan kebijaksanaan (policy
decisions), corak dan sifat keabsahan politik (political legitimacy),
sumber-sumber kewenangan politik (sources of political authory), pengendalian
sosial (sosial control) dan perubahan sosial (sosial change).
Mengenai
masalah perubahan dan pembaharuan, sosiologi menyumbangkan pengertian akan
adanya perubahan dan pembaharuan, sosiologi menyumbangkan pengertian akan
adanya perubahan dan pembaharuan dalam masyarakat. Apabila dalam masyarakat
timbul golongan-golongan atau kelompok-kelompok baru yang memajukan
kepentingan-kepentingan baru, maka nilai-nilai kebudayaan masyarakat secara
keseluruhan akan menunjukkan perubahan-perubahan dalam pola-pola kehidupan
politik. Pergerakan perburuhan dinegara-negara industri dan pergerakan tani
dinegara-negara agraris, misalnya menyebabkan orientasi kepada nilai-nilai baru
yang timbul sebagai akibat pergeseran golongan dan kelompok yang berpengaruh
dalam masyarakat. Perkembangan pertambahan penduduk dengan sendirinya akan
mengakibatkan perubahan dalam stratifikasi sosial, hubungan antar-kelas,
ketegangan-ketegangan politik dan meningkatnya masalah-masalah organisasisosial
dan politik.
Baik
sosiologi maupun ilmu politik mempelajari negara. Akan tetapi sosiologi
menganggap negara sebagai salah satu lembaga pengendalian sosial (agent of
social control). Sosiologi menggambarkan bahwa pada masyarakat yang sederhana
maupun kompleks senantiasa terdapat kecenderungan untuk timbul proses
pengaturan atau pola pengendalian tertentu yang formil maupun yang tidak
formil. Selain itu sosiologi melihat negara juga sebagaisalah satu asosiasi
dalam masyarakat dan memperhatikan bagaimana sifat dan kegiatan anggota
asosiasi itu mempengaruhi sifat dan kegiatan negara. Jadi, ilmu politik dan sosiologi
sama dalam pandangan bahwa negara dapat dianggap baik sebagai asosiasi (kalau
melihat manusia) maupun sebagai sistim pengendalian (system of controls). Hanya
saja bagi ilmu politik negara merupakan obyek penelitian pokok, sedangkan dalam
sosiologi negara hanya merupakan salah satu dari banyak asosiasi dan lembaga
pengendalian dalam masyarkat.
b. Anthropologi
Apabila
jasa sosiologi terhadap perkembangan ilmu politik adlah terutama dalam
memberikan analisa kehidupn sosial secara umum dan menyeluruh, maka
anthropologi menyumbang pengertian dan pengertian dan teori-teori tentang
kedudukan serta peranan satuan- satuan sosial-budaya yang lebih kecil dan
sederhana. Mula-mula anthropologi lebih banyak memusatkan perhatian pada
kehidupan masyarakat kota yang jauh lebih banyak dipengaruhi oleh perkembangan
ekonomi dan teknologi modern. Ambat laun anthropologi dan sosiologi saling
mempengaruhibaik dalam obyek penelitian maupun dalam pembinaan teori-teori,
sehingga pada saat ini batas-batas antara kedua ilmu sosial tadi telah menjadi
kabur.
Perhatian
sarjana ilmu politik terhadap anthropologi makin meningkat sejalan dengan
bertambahnya perhatian dan penelitian tentang kehidupan serta usaha modernisasi
politik dinegara-negara baru. Mula-mula penelitian tentang negara-negara baru
berkisar pada masalah-masalah yang bersifat macro seperti pengaruh
kolonialisme, perjuangan kemerdekaan, kedudukan dan peran elite nasional,
masalah-masalah yang dihadapi pemerintah pusat negara-negara baru,
nation-building dan sebagainya. Semua ini didasarkan pada anggapan bahwa
masalah-masalah daerah, terpencarnya berbagai bentuk desa dipedalaman,
perbedaan suku-suku bangsa dan agama pada akhirnya akan dapat diatasi oleh ilmu
ilmu ekonomi.
c. Ilmu Ekonomi
Pada
masa yang silam, politik dan ilmu ekonomi merupakan suatu bidang ilmu
tersendiri, yang dikenal sebagai ekonomi politik (political economy), yaitu
pemikiran dan analisa kebijaksanaan yang hendak digunakan guna memajukan
kekuatan dan kesejahteraan negara Inggris dalam menghadapi saingan-saingannya seperti
Portugis, Spanyol, Prancis, Jerman, dan sebagainya, pada abad ke-18 dan ke-19.
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan pada umumnya, ilmu tersebut kemudian
memisahkan diri menjadi dua lapangan yang mengkhususkan perhatian terhadap
tingkah- laku manusia yang berbeda-beda: ilmu politik (political science) dan
ilmu ekonomi (economics).
Ilmu
ekonomi modern dewasa ini sudah menjadi salah satu cabang ilmu sosial yang
memiliki teori, ruang-lingkup serta metodologi yang relatif ketat dan
terperinci. Oleh karena sifat-sifatnya yang relatif ketat ini, ilmu ekonomi
termasuk ilmu sosial yang sering digunakanuntuk menyusun
perhitungan-perhitungan kemuka. Para sarjana ekonomi boleh dikatakan sepakat
akan penggunaan istilah-istiah serta pengertian-pengertian dasar yang
diperlukan untuk mencapai keseragaman analisa, hal mana memudahkan mereka
bertukar fikiran tentang tujuan umum ilmu ekonomi, yaitu usaha manusia
mengembangkan serta membagi sumber-sumber yang langka untuk kelangsungan
hidupnya.
Pemikiran
yang berpangkal tolak pada faktor kelangkaan (scar city) menyebabkan ilmu
ekonomi berorientasi kuat terhadap kebijaksanaanyang rasional, khususnya
penentuan hubungan antara tujuan dan cara mencapai tujuan yang telah
ditentukan. Oleh karena itu ilmu ekonomi dikenal sebagai imu sosial yang sangat
planning-oriented, pengaruh mana meluas pada ilmu politik sebagaimana
pengertian pembangunan ekonomi (economic development). Oleh karena
pilihan-pilihan tentang kebijaksanaan yang harus ditempuh seringkali terbatas
sekali adanya, maka ilmu ekonomi dikenal pula sebagai ilmu sosial yang bersifat
choice-oriented, hal mana berpengaruh pada pengkhususan penelitian mengenai
decision-makingdalam ilmu politik modern. Akhirnya pemikiran yang
berpangkal-tolak pada faktor kelangkaan telah memaksa ilmu ekonomi untuk lebih
banyak berikhtiar kearah ramalan (prediction) berdasarkan perhitungan yang
saksama, sehingga ilmu ekonomi modern jarang sekali bersifat spekulatif.
4.
Proses pendekatan ilmu politik banyak memakai hukum-hukum dan dalil-dalil
psikologi dalam menjelaskan gejala-gejala politik dan penyelidikan tentang
motif-motif yang menjadi dasar setiap proses politik. Sarjana psikologi
mengembangkan pendapat-pendapat mereka tentang naluri, emosi, dan kebiasaan
individu atau “psyche” seseprang. Pengetahuan “psyche” seseorang dapat
menjelaskan seluruh tingkah laku dan sikal orang itu. Dalam penyelidikan
pendapat umum, propaganda, parpol, masalah kepemimpinan dan revolusi amat
banyak dipergunakan hukum-hukum dan dalil-dalil psikologi itu.
Jika
dahulu psikologi agak diabaikan dalam penyelidikan ilmu politik, dewasa ini
keadaan itu berubah. Pengetahuan psikologi diperlukan dimanapun dan kapanpun
diadakan penyelidikan politik secara ilmiah. Menurut Lasswell, di AS kini ilmu
politik sedang mengalami peninjauan kembali atas metode serta peristilahannya.
Peninjauan kembali ini terutama disebabkan oleh pengalaman dalam pelaksanaan
prosedur-prosedur psikologis dalam penyelidikan ilmu politik. Menurut Lasswell,
psikologi akan memainkan perannya yang lebih besar lagi di masa depan, karena
bertambah intensifnya perjuangan untuk mempertahankan dan memperoleh kebebasan
individu.[2]
d. Psikologi [3]
Psikologi
adalah ilmu sifat, dimana fungsi- fungsi dan phenomena pikiran manusia
dipelajari. Setiap tindak- tanduk dan aktifitas masyarakat dipengaruhi oleh
akal individu. Sedangkan ilmu politik mempelajari aspek tingkah laku masyarakat
umum. Maka sampai saat itu pula, ilmu politik berhubungan sangat dekat dengan
Psikologi.
Jika
tindak- tinduk politik bisa diketahui dengan sepantasnya, maka akarnya terdapat
dalam psikologi dalam pelaksanaan untuk menemukan hasil yang jelas.
Para
pakar politik sampai saat itu juga mencoba untuk mempelajari tindak- tanduk
politik dalam istilah ilmu psikologi. Para tokoh terkemuka yang melaksanakan
hal diatas adalah: Bagehot, Graham Wallas, MacDougall, Durkheim, Leo Bon,
Harold Lassevell, dan George Catlin.
Menurut
pengamatan Barker: penggunaan psikologis menunjukkan teka- teki dari aktifitas
manusia dimana telah menjadi kebiasaan sekarang. Jika gagasan nenek moyang kita
bersifat ilmu hayat atau biologis, maka kita berpikir secara ilmu jiwa. Para
sarjana yang berpikir secara ilmu jiwa menyatakan bahwa negara dan lembaga
politik lainnya merupakan produksi dari pada pemikiran manusia. Jadi lembaga
politik dan system diberbagai negara akan sukses dengan iringan keselarasan
mental masyarakat didalam negara.
‘’Pemerintahan
yang stabil akan menjadi sangat terkenal.’’
Menurut Garner: musti tergambar dan ditekan dari ideal mental serta moral sentiment dari mereka, dimana merupakan tombak dalam kekuasaan, singkatnya, semua itu musti terdapat dalam keselarasan dengan mental konstitusi dari bangsa.
Menurut Garner: musti tergambar dan ditekan dari ideal mental serta moral sentiment dari mereka, dimana merupakan tombak dalam kekuasaan, singkatnya, semua itu musti terdapat dalam keselarasan dengan mental konstitusi dari bangsa.
Psikologi
mengajarkan kita tentang sifat dasar manusia dan ini tidaklah sama disegala
penjuru dunia, setiap komunitas memiliki mental dandanan sendiri. Setiap
komunitas memiliki kegeniusan dan keistimewaan pandangan terhadap kehidupan.
Beberapa komunitas mempunyai kesadaran yang tinggi untuk membangun politik yang
baik, dimana sebagian masyarakat sebaliknya.
Alasan
inilah yang menjawab kenapa tipe keistimewaan dari lembaga politik bisa
berjalan sukses dibeberapa negara dan gagal pula terjadi disebagian negara.[4]
e. Geografi
Faktor-faktor
yang berdasarkan geografis seperti perbatasan strategis, desakan penduduk,
daerah pengaruh yang mempengaruhi politik.
Dalam
masa perang dunia ke dua, suatu cabang ilmu geografi mendapat perhatian besar,
yaitu geopolitik yang biasanya dihubungkan dengan seorang Swedia yang bernama
Rudolf Kiellen (1864-1933). Ia menganggap bahwa di samping faktor ekonomi dan
antropologi, geografi mempengaruhi karakter dan kehidupan nasional dari rakyat,
oleh karena itu mutlak harus diperhitungkan dalam menyusun politik luar negeri
dan politik nasional. Dengan kekalahan Nazi Jerman yang banyak memakai argumentasi
berdasrkan geopolitik (seperti faktor ras, faktor ekonomi dan sosial) untuk
politik ekspansinya, geopolitik mengalami perkembangan.Di Indonesia fakta bahwa
kita terdiri dari 17 ribu pulau sehingga kita dinamakan archipelago-state,
ini berakibat besar bagi eksistensi kita. Misalnya, garis partai yang harus
dijaga terhadap penangkapan ikan ilegal dan untuk memelihara terhadap negara
lain.
f.
Ilmu Hukum
Ilmu hukum sejak dulu kala erat hubungannya dengan ilmu politik,
karena mengatur dan melaksanakan UU yang merupakan salah satu kewajiban negara
yang penting. Cabang-cabang ilmu hukum yang khususnya meneropong negara ialah
hukum tata negara dan ilmu negara.
Sarjana hukum melihat negara sebagai lembaga atau instituta, dan
menganggapnya sebagai organisasi hukum yang mengatur hak dan kewajiban manusia.
Fungsi negara ialah menyelenggarakan penertiban, tetapi oleh ilmu hukum
penertiban ini dipandang semata-mata sebagai tata hukum. Manusia dilihat
sebagai makhluk yang menjadi obyek dari sistem hukum, dan dianggap sebagai
pemegang hak dan kewajiban politik semata. Ilmu hukumtidak melihat manusia
sebagai makhluk yang terpengaruh oleh faktor sosial psikologi dan kebudayaan.
Akibatnya cenderung pada ilmu hukum untuk meremehkan kekuatan-kekuatan sosial
dan lainnya yang berada diluar bidang hukum.
Ahli hukum melihat hukum semata-mata sebagai lembaga atau
organisasi hukum, maka ahli ilmu politik lebih cenderung untuk menganggap
negara sebagai system of controls, memandang negara sebagai asosiasi,
atau sekelompok manusia yang bertindak untuk mencapai beberapa tujuan bersama.
Dalam masyarakat sendiri terdapat banyak asosiasi dan perbedaannya ialah negara
mempunyai wewenanguntuk mengendalikan masyarakat (agent of social control)
memakai kekerasan fisik.
Selain itu ilmu hukum sifatnya normatif dan selalu mencoba mencari
unsur keadilan. Aliran ini kuat sekali dalam kupasan-kupasan mengenai negara
hukum yang menekankan bahwa perasaan keadilan merupakan basis dari seluruh
sistem norma yang mendasari negara. Sistem hukum adalah dasar legal dari
negara; seluruh struktur dan fungsi negara ditetapkan oleh hukum.
Aliran yang meneliti negara dari sumber hukum semata-mata
dipelopori oleh Paul Lamband (1838-1918) dari Jerman; kemudian aliran ini
diteruskan oleh sarjana Austria, Hans Kelsen, pendiri madhzab Wina, ia mengemukakan
pandang yuridis yang paling ekstrim menyamakan negara dengan hukum nasional dan
berpendapat bahwa masalah kenegaraan harus diselesaikan dengan cara normatif.
Ia menolak memperhitungkan faktor sosiologis oleh karena mengaburkan analisis
yuridis. Ia memperjuangkan suatu teori hukum yang murni yaitu teori mengenai
pembentukan dan perkembangan hukum secara formal terlepas dari isi materil atau
idiil norma-norma hukum yang bersangkutan.
Hans Kelsen menganggap negara sebagai suatu badan hukum seperti
misalnya Perseroan Terbatas (PT). Dalam definisinya suatu badan hukum adalah
sekelompok orang yang oleh hukum diperlakukan sebagai suatu kesatuan, yaitu
sebagai suatu pribadi yang mempunyai hak dan kewajiban. Misalnya saja suatu
badan hukum boleh mempunyai, menjual atau membeli rumah, boleh menghadapkan
pihak lain kemuka Hakim, dan gilirannya ia dapat dihadapkan kemuka hakim oleh
pihak lain.
Perbedaan antara negara sebagai badan hukum dan badan-badan hukum
lainnya ialah bahwa negara adalah badan hukum tertinggi yang mempunyai sifat
mengatur dan menertibkan. Ini berarti bahwa tata tertib yang diselenggarakan
bersifat normatif yakni sesuai dengan aturan-aturan dan norma-norma yang telah
ditetapkan sebagai patokan.
Disamping pandangan yang ekstrim yuridis ada juga sarjana hukum
yang tidak apriori menolak faktor-faktor sosial. George Jellinek (1815-1911)
yang sering disebut Bapak Ilmu Negara juga mendasarkan pandangannya atas dasar
yuridis, tetapi disamping itu ia memandang perlu bahasan sosiologis yang
mengemukakan teori Dua Sisi (Zweiseiten Theorie) yaitu bahwa negara
perlu dibahas dari dua sudut:
a.
Sudut yuridis
b.
Sudut kemasyarakatan
Sudut
kemasyarakatan ini oleh Jellinek tidak begitu dikembangkan. Lagi pula pada masa
itu (akhir abad ke-19) sosiologi masih sangat muda usianya dan pengaruhnya atas
ilmu-ilmu pengetahuan lainnya masih sangat terbatas.
Seorang tokoh ilmu
negara yang lebih modern ialah Hermann Heller (Mashab Berlin) yang kemudian
sangat terpengaruh oleh aliran pikiran Anglo-Saxon, mengecam bahasan yang ekstrim
yuridis dari Kelsen dan menamakannya ilmu negara tanpa negara. Ia sendiri
sangat mementingkan bahasan yang realistis dan menganggap negara sebagai
organisasi kekuasaan.
Seperti yang telah dikemukakan diatas, pandangan yang ekstrim
yuridis terlalu sempit dan kurang memuaskan untuk menganalisis negara,
teristimewa negara-negara berkembang seperti Indonesia, karena mendasarkan
pandangannya atas suatu masyarakat yang sudah teratur, yang homogen sifatnya
dan yang sudah berjalan beberapa lama. Hanya dalam masyarakat yang tidak ada
perbedaan yang mencolok antara golongan-golongan dan kelas-kelas sosial di
bidang sosial, ekonomi, dan kebudayaan, seperti di negara-negara di Eropa Barat
pada masa sebelum perang dunia II, dapat timbul anggapan bahwa negara merupakan
penjelmaan dari suatu orde yang semata-mata bersifat hukum.
Mengenai perbedaan antara Ilmu Politik dan Ilmu Negara, ada
bermacam-macam pendapat. Hermann Heller telah menyimpulkan berbagai pendapat
dalam Encyclopedia of the Social Sciences:
1.
Ada sarjana yang menganggap Ilmu Politik sebagai suatu ilmu
pengetahuan yang praktis, yang ingin membahas keadaan sesuai kenyataan (Realistic),
sedangkan Ilmu Negara dinamakan ilmu pengetahuan yang teoristis yang sangat
mementingkan segi normatif (normatif berarti memenuhi norma-norma dan
kaidah-kaidah yang telah diterapkan). Menurut Hermann Heller, perbedaan ini
hanya perbedaan tekanan saja, sebsb Ilmu Politik tidak dapat menjauhkan diri
dari teori, tetapi juga memperhatikan segi normatif, sekalipun tidak sedalam
Ilmu Negara.
2.
Ada golongan sarjana yang menganggap bahwa Ilmu Politik
mementingkan sifat-sifat dinamis dri negara, yaitu proses-proses kegiatan dan
aktifitas negara; perubahan negara yang terus menerus yang disebkan oleh
golongan-golongan yang memperjuangkan kekuasaan. Subjek Ilmu Politik ialah
gerakan dan kekuatan dibelakang evolusi yang terus menerus itu. Sebaliknya,
oleh sarjana-sarjana ini Ilmu Negara dianggap lebih mementingkan segi-segi
statis dari negara, seolah-olah negara adalah beku dan membatasi diri pada
penelitian lembaga kenegaraan yang resmi
3.
Dianggap bahwa Ilmu Negara lebih tajam konsep-kosepnya dan lebih
terang metodologinya, tetapi Ilmu Politik dianggap lebih konkrit dan lebih
mendekati realitas.
4.
Perbedaan yang praktis ialah bahwa Ilmu Negara lebih mendapat
perhatian dari ahli hukum, sedangkan ahli sejarah dan ahli sosiologi lebih
tertarik kepada Ilmu Politik.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Ilmu yang berhubungan dengan ilmu politik diantaranya Ilmu sejarah,
Sosiologi, Antropologi, Ekonomi, Psikologi, Geografi, dan juga Ilmu Hukum.
2.
Hubungan dari masing masing cabang ilmu saling berkaitan erat,
berkesinambungan, saling melengkapi antar cabang ilmu satu dengan yang lain.
B. Saran
Saran dari penulis sebaiknya diadakannya pengkajian lebih lanjut
terhadap hubungan ilmu politik dengan ilmu pengetahuan lain selain ilmu yang
telah dibahas diatas, sehingga menambah wawasan bagi para pembaca khususnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://salsaakbar.blogspot.co.id/2013/03/hubungan-ilmu-politik-dengan-ilmu.html. Diakses pada:Senin, 22 Pebruari
2016 Pukul. 20:07.
https://hanoi5b.wordpress.com/2009/09/12/hubungan-ilmu-politik-dan-ilmu-ilmu-sosial-lainnya/. Diakses pada: Senin, 22 Pebruari
2016 Pukul. 20:07.
Merriam Budiharjo. 1978. Dasar-dasar Ilmu Politik. Gramedia
Pustaka Utama: Jakarta
[2] Diakses dari https://hanoi5b.wordpress.com/2009/09/12/hubungan-ilmu-politik-dan-ilmu-ilmu-sosial-lainnya/, Pada Senin, 22 Pebruari 2016 pukul. 20:00
[4] Diakses dari http://salsaakbar.blogspot.co.id/2013/03/hubungan-ilmu-politik-dengan-ilmu.html, Pada Senin, 22 Pebruari 2016 Pukul. 20:07